Wednesday, April 1, 2015

Mengalami

Seorang sahabat berkata padaku. Ada yang berubah. Kita dalam 7 tahun terakhir telah tergulung ganasnya sistem yang ada. Masih ingatkah engkau dengan apa yang kita alami beberapa tahun lalu. Ketika itu kita menentukan pilihan untuk tak memihak siapapun. "Masih ingatkah, kaos hitam dengan pesan punggung -tak memilih adalah hak? itu sempat jadi kebanggaanmu bung!" Ah itu juga sudah berlalu.


Aku pernah berfikir bahwa berdiri di atas menara pengawas adalah yang paling ideal. Pandangan kita bisa lebih luas melihat situasi dan keadaan. Kita bisa menyaksikan segalanya. Kita penyaksi!. Kita bisa menjadi juri yang adil, kita bisa melihat kemungkinan yang buruk dari kenyataan baik yang kita harapkan. Tapi hari ini, aku memilih untuk memihak.

Kuingat Goenawan Mohammad pernah menulis, bahwa berdiri di menara pengawas itu semu. Ia tampak jauh, atau menganggap diri jauh, menjulang di ketinggian. Tapi fondasinya terletak di sepetak tanah. Anda tahu mercusuar?. Dia adalah menara yang sama. Engkau hanya jadi lampu pijar, yang sesekali sorotnya menembak jauh ke tengah perbatasan. Tak akan kau temui kenyataan. Kau hanya berdiri terasing, pondasimu penuh bau pesing dan kotoran sampah. Tidak..tidak, aku takkan berdiri di tempat itu. Aku takkan memilih untuk bertahan dalam kondisi semu.

Hari ini aku memihak. Mungkin saja setelah ini pandanganku akan terbatas. Langkahku akan terbatas. Tapi aku mengalami sesuatu, yang tentu saja lebih berharga daripada berdiri di tempat yang semu. Aku mengalami apa yang selama ini hanya menjadi objek yang kuamati.

Bukankah melihat itu beda dengan memahami. Dan memahami tentu saja beda dengan mengalami. Mengalami idealnya lebih baik. Dan aku memilih untuk mengalami.

Ketika politik harus selalu ditautkan dengan moralitas, semua orang merasa telah menemukan kebenaran. Menemukan pijakkan yang ideal tentang kemana arah politik negerinya akan digulirkan. Aku tak berharap lebih, aku hanya ingin mengalami. Bahwa di tengah ganasnya arus ini, akan ada muara yang indah diujungnya kelak. Atau minimal jika tak kutemukan muara, aku bisa menikmati arung jeram dengan batu cadas di sekelilingku.Tetap indah tentunya. Karena keindahan sendiri bukan repitisi yang tetap, ia harus bergejolak.

Mereka bilang politik jalan efektif untuk mengubah dunia dan kekecewaan, tapi aku masih belum percaya. Aku masih yakin politik sesungguhnya bukan jalan yang baik. Politik praktis kerap disyarati dengan menggulingkan atau mengalahkan, membangun atau menghancurkan. Kita diam-diam memuji apa yang kita caci maki. Aku percaya bahwa kebaikan itu dilahirkan kebaikan. Mungkin saja engkau bisa membantahnya. Entahlah, tapi yang kita saksikan hari ini adalah demikian.

Seperti lakon Mcbeth yang ditulis Shakespeare. Manipulasi, mencurangi, kekejian adalah bagian yang tak terlepaskan dari perebutan kekuasaan.

Ketika aku mengalami. Andrenalinku naik dan turun. Kadang-kadang diliputi rasa cemas. Bahkan hari tak genap dalam hitungan jari. Tentu bagimu tak seperti itu, karena kau tak mengalami. Kau hanya berdiri jauh di atas menara semu. Di menara yang mengawasi kami. Kami berpeluh, kami mengeluh, dan  kau hanya mengucapkan kalimat saru. Kita tak pernah jadi pintar dengan hanya berkomentar, kita juga tak terlihat hebat dengan hanya rajin mendebat. Karena tak sepenuhnya tahu, adakah yang mendengar engkau dan aku?


Nurfahmi Magid
April 2015

No comments:

Berita Batam