Monday, July 18, 2011

Nyanyian Sunyi Kebenaran

--Sebuah catatan imaginer untuk seseorang di DPRD Kota Batam dan Pulau Janda Berhias--

"Bacalah!...bacalah atas nama Tuhanmu" konon pekik itu terdengar di lorong sunyi Gua Hira. Seolah memerintahkan manusia untuk membaca semua atas nama kebenaran. Zuhrah kebenaran memancar dari dalam kesunyian, nun di atas bukit yang jauh dari keramaian, ketika mulut-mulut manusia sudah berhenti berharap.


Harapan sejatinya muncul dari ketiadaan, ketidak puasan, sebuah kekosongan yang harus diisi. Namun hal-hal yang terisi, belum tentu tak menyisakan kekosongan lagi. Atau dengan kata lain, harapan akan memunculkan harapan yang lain. Harapan adalah jalan tanpa akhir yang muncul dari kepundan hati Manusia normal yang penuh hasrat, penuh keinginan. Karena itu, Frida Kahlo menulis dalam catatanya,"Satu-satunya yang paling nikmat dalam hidup adalah berhenti berharap".

Suatu ketika sahabatku berkata,"hari ini aku ingin mengisi kekosongan itu, demi sebuah perubahan, paling tidak saya bisa memberikan warna yang lain disini,"

 Warna? hanya mewarnaikah yang kita harapkan? bukan, bukan itu Tuan. Masih banyak tugas yang Tuan harus lakukan. Sebagai wakil rakyat, dimata kami Tuan seperti malaikat yang tidak boleh sedikit pun tersentuh noda. Kami tidak ingin Tuan hanya mewarnai, karena pada akhirnya warna itu akan pudar, dan membalik warna Tuan sendiri. Bukankah warna  hitam hasil dari persekongkolan Kuning dan Biru yang mayoritas tak bisa dihilangkan hanya dengan menambah warna Hijau yang Tuan yakini? karena pada akhirnya warna hijau Tuan akan membiru besama kuning. Satu-satunya yang kami inginkan adalah Tuan menghapus warna itu.

"Oh, tidak, kami tidak bisa, sistem di negeri ini tak memungkinkan mewujudkan keinginan itu. Kebenaran sejatinya adalah kesepakatan,"

Jika benar Tuan bahwa kebenaran sejatinya adalah kesepakatan yang dianut mayoritas, maka tak ada ruang kosong lagi bagi kami untuk berharap, ketika mayoritas sudah tidak memiliki etikat baik. Persekongkolan yang Tuan dengungkan itu, akan berakhir dimana?

 Saya sadar, melawan kebenaran bersama itu ada konsekuensinya. Bahkan besar yang harus kita tanggung. Tuan harus siap tersisih, atau paling parah Tuan dianggap "gila" atau tidak waras, karena menyangkal kesepakatan besama.

"Loh? kok bisa?"

Ah, entahlah Tuan. Segelas Kopi yang Tuan minum di meja ini, adalah Kopi. Karena semua orang disini, dan semua orang dimanapun, menganggap minuman pahit ini adalah Kopi. Cobalah Tuan sangkal. Terserah, mau disebut apa, katakan saja itu Air Pahit atau air gelap itu juga tidak salah. Itu hak Tuan, memberikan sebutan apa, dan kebenaran menurut hati nurani Tuan sendiri. Paling-paling saya atau yang lainya menganggap Tuan agak terbelakang.

Pernahkah Tuan mendengar cerita soal Plato, yang mati dipenjara karena melawan kebenaran yang diyakini mayoritas? Tapi satu hal yang bisa kita petik pelajaran hari ini, bahwa Tuan sudah memulai meneriakan sebuah kebenaran. Jika suatu saat nanti harus menerima konsekuensi seperti Plato atau Frida Kahlo, paling tidak Tuan sudah mempunyai harap, sudah mempunyai keyakinan yang memang layak diperjuangkan.

Seperti lirik lagu yang dinyanyikan Iwan Fals: "Matinya seorang pejuang, bukan berarti matinya kebenaran". Menjadi martir untuk memberikan semangat yang lainya. Semoga saja Zuhrah yang muncul pagi ini, benar-benar mampu mengalahkan terangnya bulan tadi malam. Dan kegelapan musnah didalamnya. Selamat berjuang Tuan....

No comments:

Berita Batam