Tuesday, February 16, 2010

Rehabilitasi Mereka, Jangan di Eksploitasi (Pelacur Bukan Piring di Meja Restoran Bung!)

Jumlah pelacur di Batam memang cukup membludak. Menurut data dari salah satu NGO Singapura, jumlahnya mencapai 12 ribu orang, 30 persen diantaranya merupakan anak dibawah umur (data Tribun Edisi 23 Mei 2009).

Kondisi ini sempat membuat "prihatin" pejabat Batam -Katanya sih- ingin membuang jauh-jauh imej negatif akan wisata seks di Batam. Apalagi para wisatawan asal Malaysia dan Singapura yang rutin datang ke Batam bertujuan utama untuk menikmati seks. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) pernah diberitakan meminta semua pelaku usaha sektor pariwisata agar sama-sama menghindari eksploitasi seksual komersial terhadap anak.

Dunia wisata Tanah Air jangan sampai dicemari prostitusi anak, pornografi anak, perdagangan anak, wisata seks anak, dan perkawinan dini anak. Departemen Pemberdayaan Masyarakat, Drs Bakrie MM, pernah berkomentar dalah salah satu media lokal di Batam, bahwa tiap minggu rata-rata ada 3000 wisatawan asal Malaysia dan Singapura ke Batam, dimana sebagian besar hanya ingin menikmati jajanan Sex di Kota Kalajengkin ini. Jika memang itu kenyataanya, penulis tidak bisa membantah. Jajanan sex bukan lagi hal yang tabuh, ditempat hiburan bahkan terlihat cukup terang-terangan.

Peran Pemerintah Melindungi Bukan Mengeksploitasi

Pemerintah dalam hal ini seharusnya memiliki peran aktif. Tidak hanya untuk menetralisir tapi juga memberikan pembinaan, sebab pelacuran bisa saja memiliki dampak boombastis, yang berpeluang memperburuk image suatu daerah. Meski demikian, peran itu haruslah berjalan tepat pada tempatnya.

Praktek pelacuran, adalah kejahatan tertua di dunia, bahkan lebih tua usianya dibanding dengan perjudian. Sejak jaman Fir'aun, manusia sudah mengenal pelacuran. Gundi-gundik istana sempat mengambil peran dalam tatanan sosial masyarakat kala itu. Ini tak bisa dipungkiri, benar ada dalam sejarah manusia. Meski demikian, bukan berarti praktek ini tak bisa ditekan. Tentunya perlu perhatian lebih intens.

Pemerintah harusnya memberikan pembinaan terhadap pelacur-pelacur yang ada di Kota Batam ini. Bukan ditangkap dan digaruk, tapi diberikan pelatihan, diberikan skil tambahan, sehingga dengan demikian mereka mampu mencari pendapatan dari sektor lain. Bukan dengan jalan jual diri. Selama ini, sebagian besar pelacur di Kota ini adalah pelacur yang bermasalah dengan keadaan ekonominya. Mereka terpaksa jual diri karna tak ada keahlian lain yang bisa diunggulkan dalam persaingan kerja.

Suatu ketika, penulis terlibat satu diskusi dengan Malvin, salah seorang pemerhati PSK. Dia aktivis salah satu yayasan AIDS Batam. Dari keteranganya, penulis sedikit terbuka tentang keadaan PSK Batam. "Pusat rehabilitasi yang dibuat pemerintah, tak lebih hanya topeng. Karna pada akhirnya, pusat rehabilitasi di kawasan sintai justru berubah jadi lokalisasi,'' ujarnya. Nah, jika itu memang keadaanya, bagaimana kita menggembar-gemborkan persoalan moral etika dll. Kita melakukan advokasi perbaikan moral terhadap PSK ternyata malah menjerumuskan mereka ke jurang lebih dalam lagi. Membuat mereka lebih menikmati profesi -yang dalam hati kecilnya pasti ditentang. Semua karena keterpurukan yang tak terelakkan, juga sistem yang amburadul, diperparah lagi dengan pemerintah yang tuli karena tak pernah tersentuh "cotonbud" moral dan kemauan.

Pernah diceritakan, Dalam puing replika di gunung Vesuvius yang dibangun permulaan tahun masehi juga menampakan laku seksual. Ini menandakan jika praktek prostitusi memang tak pernah lekang oleh waktu. Hanya saja, semua harus tertata dengan baik. Mungkin dengan alasan ini, razia makin gencar dilakukan pemerintah baik melalui dinsos maupun aparat dari kepolisian. Tapi bukan rahasia umum lagi, jika ada beberapa tempat di Batam yang justru tak tersentuh oleh beragam razia itu. Kolusi pengelola tempat hiburan dengan oknum pejabat lokal makin terjalin mesra. Nah, tiba-tiba muncul komentar dari seorang anggota DPRD Kota Batam yang dengan "tanpa beban" mengatakan bakal mengusulkan pemungutan pajak 10 Persen dari PSK di Batam.

Komentar sederhana itu, sungguh sangat pedas bagi mereka yang detik ini masih melacur. Setelah selama ini dalam prakteknya mereka diperas para murcikari, kini muncul "pemalak" baru yang turut mengais sebagian rejeki dari keringat dan desahan mereka yang keluar tiap malam. Tanpa dosa, mereka akan meminta rupiah dari uang tips (mungkin) yang diberikan para hidung belang. Penulis sekali lagi menggugah siapapun yang memiliki kesadaran, mari kita lepaskan semua kepentingan. Mari kita sama-sama menjadi manusia yang kosong sembari kita refleksikan lagi "apakah rencana ini sudah pada tempatnya?" .

Tahukan anda, berapa rupiah yang didapat pelacur tiap malam? mari kita tanya pada hati nurani kita, apa tega kita meminta "jatah" sebagian dari penghasilan itu? meski dengan dalih akan diminta dari pihak pengelola. Anda tentu tahu, selama ini pengelola (Pengusaha SEX) memperlakukan pelacur tak lebih hanya binatang peliaraan yang mendatangkan rupiah. Jika mereka dimintai pajak, tentu yang menanggung pajak tersebut pada akhirnya adalah pelacur itu sendiri. Mari, kembali penulis ingin mengetuk hati para pembaca sekalian, "Sudah benarkah langkah kita?" ingat, kita sama-sama mahluk tuhan, mereka (Pelacur) yang saat ini masih praktek, dalam hati kecilnya pasti tak menginginkan takdir itu. hanya saja keadaan membawa mereka ke dalam situasi yang benar-benar tak diinginkannya. Lantas, apa tega kita memeras orang demikian? apa tega kita memanfaatkan mereka untuk objek pendapatan? apa layak kita jadikan mereka alat untuk mendatangkan pajak, kalau demikian kita tak lebih baik dari murcikari. Kita hanya memanfaatkan keterpurukan mereka, kemudian kita jadikan mereka seperti mobil-mobil yang terparkir yang kita ambil rupiah diantaranya. Sama halnya mereka sebuah barang. Ingat bung, ingat Pak, atau siapapun kalian, kita ini manusia. Kita memiliki derajat yang sama dimata tuhan. Kita tak layak menjadikan mereka komonditas. Tak sesederhana itu?!

Aku ingat kata Tan Malaka, "Diantara kita, banyak setan-setan berwujud manusia," mungkin benar. Setan itu adalah kita (yang tegas memanfaatkan keterpurukan orang-orang yang lemah), Kita (Yang merasa paling baik, tapi tak lebih baik dari seorang pelacur dimata Tuhan), Kita (yang terus merasa ingin memperjuangkan, tapi justru meng-eksploitasi mereka), kita yang selama ini terkena sariawan tingkat kronis, yang membuat mulut kita tak bisa mengatakan bahwa ITU SALAH! .




NF MAGID

No comments:

Berita Batam