Friday, May 1, 2009

Mei Day Yang Paling Menentukan

Buruh Batam Makin Terancam

Mei day tahun 2009 ini di Batam tak begitu booming. Ini sangat ironi sekali mengingat Batam adalah Kota Buruh, dimana lebih dari 50 persen dari total penduduknya merupakan pekerja. Melihat menyataan ini, tak perlu ada yang disalahkan. Memang patut diakui bahwa sebagian besar buruh Batam sangat kurang sekali akan pendidikan politik. Mereka banyak yang apatis ketika diajak berorganisasi. Hanya beberapa organisasi saja yang bisa hidup disini, dan itupun memiliki masa segelintir yang bisa digerakkan untuk melakukan aksi. yah, begitulah kenyataan, ini PR bagi kita semua.

Sejak awal pergantian tahun, buruh Batam sudah dihantui dengan ancaman-ancaman dari APINDO yang mendesak agar UMK tidak terlalu tinggi apalagi efek krisis global sudah mulai dirasakan. Bahkan tak tanggung, APINDO mengancam bakal melakukan PHK besar-besaran dipertengahan tahun ini. Ancaman itu tentu saja menyulut rasa takut dari pekerja, atau mungkin juga pemerintah yang mencoba untuk menjadi penengah antara pengusaha dan pekerja.

Di PT Scarmell Batam misalnya, sejak krisis Global terjadi pada awal tahun ini, membuat proyek pekerjaan diperusahaan perakit itu mulai sepi dari pesanan. Perusahaan dari Australi dan Amerika yang selama ini bekerjasama dengan perusahaan itu ternyata terlebih dahulu gulung tikar. Bahkan konon kabarnya, tahun ini PT Scarmell sudah tak mampu lagi untuk mengontrak gedung di kawasan industri Citra Buana III Batam Center. Para pekerja perusahaan itu tentu saja mendapat tekanan yang cukup berat pada Mei Day tahun ini. Terancam bangkrutnya perusahaan, juga merupakan ancaman terjadinya PHK bagi pekerja-pekerja yang selama ini menggantungkan hidupnya di PT tersebut.

Ini mungkin salah satu contoh keadaan perusahaan di Batam. Mengingat Batam merupakan Kota Industri dimana sebagian besar perusahaan yang ada merupakan investasi asing, tentu saja krisis Global menjadi sebuah ancaman tersendiri.Selain perusahaan yang terancam gulung tikar, juga ketakutan akan terjadi PHK masal seperti yang dilontarkan ketua APINDO, Abidin beberapa waktu lalu benar-benar akan terjadi.

Disinilah peran pemerintah harus diaktifkan. Pemerintah harus lebih tegas untuk bersikap, jangan hanya menjadi penengah, tapi kepentingan buruh yang selama ini menjadi lokomotif penggerak ekonomi di Kota ini harus diperhatikan dari pada hanya segelintir pengusaha asing yang hanya mengeruk hasil keringat para pekerja kita. Buruh tak butuh lips service atau hanya pepesan kosong di koran, saja tapi kebijakan yang nyata dan benar-benar membangunkan buruh Batam dari keterpurukan.

Penulis teringat, pada saat awal pergantian tahun lalu, Walikota juga sempat mengutarakan kekawatirannya akan imbas krisis global yang mulai dirasakan di Batam. Hanya saja apa yang diberikan sungguh sangat jauh dari harapan kita semua. Dalam wawancara yang dilakukan M Nur dari Batam Pos, Walikota berujar akan menghidupkan dan mengintensifkan padat karya pada tingkat kecamatan-kecamatan di Kota Batam. ( ini tentu saja tidak nyambung, apakah pekerja yang ter-PHK disuruh Kerja bakti) entah, yang dimaksud program padat karya itu tidak dijelaskan, namun beliau sempat mengutarakan tentang goro masal (yang tentu saja tidak nyambung dan tidak akan menyelesaikan permasalahan pengangguran).

Batam adalah Kota Industri, yang memiliki ratusan perusahaan dimana rata-rata merupakan perusahaan elektronik dan galangan kapal. Besarnya jumlah perusahaan itu tentu saja akan menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak pula. Hanya saja yang menjadi perntanyaan saya adalah kenapa di Batam masih ada pengangguran? bahkan pemerintah sendiri mengaku kesulitan dalam mengatasi jumlah pengangguran yang kian tahun kian bertambah. Ini tentu sangat berlawanan dengan kondisi Batam sebagai Kota Industri.

Menanggapi masalah tersebut, penulis beranggapan bahwa ada yang salah dari kebijakan yang diterapkan Pemerintah selama ini. Ada sistem yang timpang dan tidak tegas, sehingga jumlah pengangguran masih saja terus meningkat. Dari kasat mata saja sudah bisa dilihat, bahwa bertambahnya pengangguran yang sebagian besar merupakan 'anak tempatan' merupakan efek dari menjamurnya outsourcing di Batam.

Di kawasan Industri muka kuning saja, terdapat sekitar 70.000 pekerja yang 99 persen diantaranya merupakan hasil rekrutmen perusahaan outsourcing di Jawa dan Sumatra. Rata-rata mereka didatangkan dari Jawa Timur, Jogja, Palembang dan Medan. Di Batam mereka hanya mendapat kontrak selama 2 tahun. Jika pemerintah ingin bertindak tegas dan mengatasi jumlah pengangguran di Batam, maka sangat mudah. Tinggal membuat sepucuk surat keputusan tentang larangan rekrutmen tenag kerja dari luar Batam seratus persen. Atau bisa juga dibuat aturan setiap perusahaan hanya boleh menerima karyawan dari luar Batam sebanyak 50 persen saja, sisanya harus 'anak tempatan'.

Jika itu dilakukan, maka penulis yakin tidak ada pengangguran di Kota ini. Justru yang ada malah kekurangan tenaga kerja. Bagaimana tidak, jumlah pengangguran pada 2008 lalu yang katanya mencapai 3000 an lebih. Angka itu jika kita bandingkan dengan jumlah pekerja hasil rekrutmen dari luar Batam tentu sangat jauh bedanya. Seperti penulis singgung diatas, bahwa di satu kawasan industri saja (mukakuning) ada puluhan ribu pekerja yang direkrut dari luar Batam. Tapi apakah pemerintah berani mengambil kebijakan tersebut? penulis sangat psimis!

Seperti komentar salah satu praktisi hukum di Batam, Balidalo SH dalam wawancara di Batam TV beberapa waktu lalu, ada yang tak beres dengan pemerintah. Pemerintah tidak bakal berani untuk mengeluarkan kebijakan menutup outsourcing di Batam. komentar ini tentu saja sangat menohok, hanya saja sampai saat ini tidak ada perubahan. Outsourcing makin tumbuh subur. MEY DEY ini sangat menentukan. AKSI DESAK PEMKO HAPUS OUTSOURCING!! HIDUP BURUH!





Salam



Magid
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)

No comments:

Berita Batam