Pemuda itu ringkih, berdiri setengah mati
Badannya memucat, seiring mentari menyengat membakar sekitarnya
Dia diam, tapi seperti bergumam, entah, dia berkata pada siapa
Tepat disudut jalan kota berjuluk bestari
Tak jauh dari pemuda itu, lalu lalang manusia tak henti-hentinya
semua tak berubah, sibuk menghitung waktu
Tuhan, Kota ini hanya melukiskan manusia dan dunia
Yang mungkin juga belum sepenuhnya terpahami olehku
Kalam berubah keringat, Sabda menjelma penat
Tuhan, kau tetap saja sembunyi diantara kayu-kayu gereja
Mungkin juga di tembok-tembok Masjid Penyengat
Tapi semua usang, semua berlumut, tak terawat
''Barang kali manusia sudah sangat sibuknya''
Tanjungpinang! Tanjungpinang! bicaralah padaku..
Katakan dengan syair hingga batu dan krikil menjadi emas
Ucapkan dengan sajak biar ornamen embun kembali muncul
Akuilah, kau hanya sebuah Kota yang terus menumbuhkan perbedaan
Tapi apa? tapi apa? Kau tetap saja diam
Perbedaan mengakar, meresap hingga ke pori-pori tanahmu yang menua
Kemudian ketika semua mulai redup
Aku berjalan sampai ke dermaga senja
Kapal-kapal mengantri, terlihat malas membawaku pergi dari kondisi ini
''Saatnya ku lepaskan dirimu, Tanjungpinang! seperti kemarin, hari ini aku harus pulang!'' Bye
Oleh:Magid
Thursday, February 12, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment