Monday, February 2, 2009

Mari Munculkan Gerakan Hemat Air Di Kepulauan Riau

Potensi dan Kendala PDAM Di Indonesia


Oleh: Nur Fahmi Magid

Kehadiran PDAM dimungkinkan sebagai kesatuan usaha milik Pemda yang memberikan jasa pelayanan dan menyelenggarakan kemanfaatan umum di bidang air minum. Aktifitas PDAM mulai dari mengumpulkan, mengolah dan menjernihkan, sampai ke mendistribusikan ke pelanggan.

PDAM dibutuhkan masyarakat perkotaan untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang layak untuk dikonsumsi. Pasalnya, air tanah di perkotaan telah tercemar oleh bakteri dan logam. Sedangkan penyedotan air tanah secara berlebihan dapat menurunkan permukaan air tanah dan menyusupnya (intrusi) air laut. Penurunan permukaan air tanah dan intrusi air laut terus berlangsung seiring aktifitas itu, sehingga kualitas air tanah pun makin menurun.

Sementara itu, hujan deras yang terjadi selama musim penghujan sayangnya tidak mampu mengisi air tanah daerah perkotaan yang padat penduduknya. Rumah yang berdesakan, gedung bertingkat menjulang, jalan aspal, serta permukaan tanah yang “penuh beton” menghalangi air hujan masuk ke dalam tanah. Genangan air itu langsung masuk ke selokan dan sungai atau membuat banjir berbagai ruas jalan.

Karena kuantitas dan kualitas air tanah (ground water) makin merosot, penyediaan air bersih di masa depan amat bergantung kepada air permukaan (surface water). Air permukaan ini merupakan air baku yang akan dikelola oleh perusahaan air minum di kota-kota besar. Selain dari sungai, bahan baku air minum berasal dari sumur air artesis, mata air, waduk, danau dan sumber air lainnya. Beruntung, Indonesia yang subur memiliki banyak sumber air. Dari data yang ada, PDAM yang ada di Indonesia memanfaatkan sumber airnya dari 201 sungai, 248 mata air, dan 91 artesis.

Tidak semua daerah beruntung memiliki sumber mata air besar, seperti di Umbulan, Jawa Timur, yang hanya memiliki debit air 5.000 liter per detik. Kapasitas tersebut tidak cukup mengkover seluruh kebutuhan masyarakat yang jumlah penduduknya mencapai angka lebih dari 60 juta jiwa. Sedangkan pasokan air dari sungai di daerah itu juga makin menipis lantaran sumber mata air di hulu (Puncak) telah terganggu oleh kehadiran bangunan beton. Akhirnya dicarikan alternatif lain dengan mengolah air sungai dikawasan perkotaan yang tentu saja sudah tercemar limbah baik dari industri maupun rumah tangga. Untuk mengelola bahan baku air yang tercemar, tentu dibutuhkan teknologi dan biaya yang lebih mahal.

Hal serupa juga terjadi di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau. Mata air dari Sungai Pulai belum bisa kelola dengan maksimal. Kemampuan PDAM Tirta Janggi yang kini menjadi Tirta Kepri hanya sekitar 350 litter per detik, dan tidak mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Tanjungpinang dan Bintan. Kondisi ini cukup bertolak belakang dengan visi dan misi Provinsi Kepulauan Riau yang ingin menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Keadaan ini diperparah dengan managemen PDAM yang amburadul yang langsung berpengaruh pada persoalan pelayanan suplai air bersih.

Akibatnya,Masyarakat kerap mengeluh air yang disalurkan PDAM sering macet, air yang dialirkan pun kondisinya keruh, dan masih bau kaporit. Kualitas air yang kadang-kadang dirasa kurang baik membuat sebagian amsyarakat enggan mengkonsumsi air.

Masyarakat di beberapa wilayah kota besar (tidak menutup kemungkinan di KEPRI. red) akhirnya hanya menggunakan air PAM untuk mandi, sedangkan untuk minum mereka terpaksa mengeluarkan uang ekstra untuk membeli Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang harganya lebih mahal. Jika hanya dapat dipakai untuk mandi, kepanjangan PDAM bisa dipelesetkan menjadi Perusahaan Daerah Air Mandi! Untuk itu, diharapkan kedepan PDAM mampu berbenah demi peningkatan pelayanan masyarakat.

Selain kualitas yang belum memadai, PDAM juga menghadapi masalah efisiensi dan tingkat kebocoran yang masih tinggi. Secara umum di Indonesia dalam data yang berhasil dihimpun, Tingkat kebocoran fisik perusahaan air minum di Indonesia rata-rata di atas 30%. Bahkan, tingkat kebocoran di PAM Jaya (jakarta) mencapai 57%.

Sementara PDAM yang ada di Kota Tanjungpinang juga menghadapi persoalan yang sama, yakni kebocoran. Proses kehilangan air ini disebabkan oleh pipa yang sudah tua dan juga pencurian dengan memasang sambungan liar sebelum masuk meteran. Dari kebocoran fisik saja, PDAM di Indonesia sudah merugi miliaran rupiah. Belum lagi kerugian karena in-efisiensi pengelolaan. Karna itu, perbaikan PDAM dalam membangun managemen yang lebih bagus harus dibarengi dengan semangat yang penuh dari berbagai pihak.

Swastanisasi
Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri yang melaju dengan pesat, kebutuhan air bersih terus meningkat di Indonesia. Pada akhir tahun 2019 dengan perkiraan penduduk perkotaan 150,2 juta jiwa dan konsumsi perkapita sama (125 liter per hari) serta cakupan pelayanan mencapai 70%, kapasitas produksi PDAM harus ditingkatkan.

Pasar yang terbuka lebar dan pasok yang masih terbatas ini jelas membuka peluang investasi bagi swasta untuk masuk ke bisnis air minum. Meskipun agak terlambat, swastanisasi di bidang air bersih ini telah dibuka menyusul swastanisasi infrastuktur listrik, telekomunikasi, dan transportasi. Swastanisasi ini juga terbuka bagi asing (PMA) dengan dikeluarkannya Paket Deregulasi No.2 tahun 1995. Dengan swastanisasi ini, diharapkan PDAM dapat meningkatkan kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan efisiensi penyediaan air bersih.

Ada sekitar 20 investor (termasuk investor asing) yang tertarik menggarap proyek air bersih di Indonesia. Sebagai contoh perusahaan Thames Water International dari Inggris dan Lyonnaise des Aux dari Prancis. Kedua perusahaan ini banyak dipercaya di Indonesia lantaran mempunyai reputasi internasional. Kedua perusahaan tersebut juga dipercaya untuk mengelola PAM Jaya (Jakarta), saat perusahaan penyedia air di Ibu Kota itu mengalami kesulitan dana untuk menambah jaringan instalasi. Tidak hanya itu, dalam sebuah presentasi, Thames Water menargetkan akan memperluas cakupan pelayanan (dari 44% menjadi 70%) dan mengurangi kebocoran (dari 57% menjadi 35%) secara bertahap.

Seiring berjalannya waktu, Negoisasi swastanisasi berjalan alot dan kerap mendapat sorotan tajam dari media masa. Masyarakat bertanya: benarkah pelayanan dan kualitas air minum akan membaik setelah swastanisasi? Sementara investor yang telah mengeluarkan duit tentu ingin menentukan tarif bersaing agar modalnya cepat kembali. Polemik sering terjadi karena penentuan tarif sering tidak transparan hingga masyarakat menjadi terkaget-kaget. Harapan konsumen sebenarnya sederhana: siapa pun pengelolanya, mutu dan pelayanan bagus serta harga relatif terjangkau.

Gerakan Hemat Air, Solusi krisis
Swastanisasi air minum menurut pendapat pribadi saya tidak terlalu bagus.Namun disisi lain, tanpa suntikan dana dan mitra pendamping, beberapa PDAM jelas akan kesulitan untuk melanjutkan operasinya. Pada masa krisis 1999 lalu, PDAM Di Indonesia terselamatkan dengan masih adanya bantuan AS$400.000 dari US Asia Environmental Partnership (US-AEP). Melalui Tim Efisiensi Air (WET), dana ini akan digunakan untuk membantu PDAM yang paling berat terkena dampak krisis ekonomi. Tim ini juga akan memberikan rekomendasi tentang cara mempertahankan kualitas dan kuantitas air bersih dengan harga yang terjangkau.

Lembaga dari negeri Paman Sam ini agaknya peduli dengan krisis air bersih yang bakal ditimbulkan akibat krisis ekonomi di Indonesia. Pasalnya, terganggunya pasok air bersih akan meningkatkan masalah sanitasi bagi ribuan keluarga, terutama pada masyarakat lapisan bawah. Mereka yang hidup pas-pasan itu kini harus membeli air minum dengan harga yang lebih mahal dari mereka yang tinggal di perumahan elite. Hanya saja bantuan serupa tak mungkin ada untuk tahun 2008 ini, sebab negeri adi daya itu sendiri juga mengalami krisis yang sama dengan negara kita.

Toh, masyarakat tidak bisa menggantungkan harapan tinggi-tinggi kepada swasta atau bantuan asing untuk mendapatkan air bersih. Oleh karena itu solusi untuk mengatasi krisis air pada saat krisis ekonomi seperti yang terjadi saat ini akan terpulang kembali kepada masyarakat sebagai konsumen. Pada saat krisis, tidak ada salahnya “gerakan hemat air” digaungkan kembali. Paling tidak ada paradigma baru bahwa eksploitasi air tidak bisa seenaknya lagi. Dan mari kita mulai gerakan hemat air di Provinsi Kepulauan Riau.

No comments:

Berita Batam