Wednesday, January 21, 2009

Gelap

oleh: Magid

Tiap kegelapan mengandung ketegangan. Di sudut Batam yang kusut, ketika matahari meninggalkan kerumunan tangis dan tawa yang ada. Kegelapan selalu muncul sebagai sahabat. Ketika Kegelapan itu muncul, sebagian manusia berubah wajah. Mereka menanggalkan topeng religiusnya, mereka juga melepaskan semua jubah sosialnya. Dengan wujud asli, entah sebagai 'setan benalu mana?' saya pun tak begitu paham.

Sebagian menjadi sosok pelacur, penjual narkoba, maling, rampok, yang mencoba mengadu keberuntungan diantara kerasnya sejarah yang terus bergulir. Ketika senja sudah datang, pelacur itu memulai aktivitasnya dengan bersolek di depan cermin. Dengan sedikit rintihan mungkin, karna ia sempat membayangkan betapa tidak bernilainya hidup yang harus melayani 'Syahwat' para hidung belang. Sementara, di sudut lain, penjual narkoba sudah mulai bergegas memadati pojok-pojok tempat hiburan. Berharap ada kelebihan rejeki dari rintihan para pecandu. Semua berawal dari kegelapan.

Mereka lupa, bahwa kegelapan itu sendiri adalah sebuah pertanda, ketika pintu sudah didepan mata, menjadi sebuah mukjizat bagi mereka yang bersujud, bagi mereka yang menerima kegelapan menjadi hanya sekedar situasi yang berawal dari ketiadaan cahaya, yang membawanya mengetuk pintu dah mengharapkan keridoan dariNYA. Di Gurun pasir yang terjal itu, tanpa penerangan sedikitpun, pernah menjadi saksi perjalanan Nuh saat mencoba naik ke puncak Tursina.

Seperti sejarah, kegelapan adalah saksi dari tonggak sejarah manusia. Kegelapan selalu menjadi bagian dari perjalanan hidup manusia. Perjalanan yang kadang kala letih didera cambukan 'nasib' yang terus bergerak layaknya ombak yang menghempas bebatuan cadas. Hanya saja tak ada pilihan untuk menghentikan perjalanan itu. Roda yang berputar sangat deras, dan manusia takkan mampu mengentikan hal itu, seperti Musa yang tak pernah melihat wajah Tuhan di Pucuk Tursina. Ia terus berusaha keras.


Saat kegelapan datang, ketika sebagian besar mata sudah harus diistirahatkan, ketika itu sebagian manusia masih harus berjibaku dengan perjuangan terhadap nasib.


Tapi satu hal yang mulai saya pahami saat ini, sebagian besar manusia modern identik dengan manusia yang takut akan kegelapan? manusia yang paranoid dengan ketiadaan sumber penerangan. Ketika malam menjelang, sekelebat itu juga lampu mulai dijadikan gantungan pengganti cahaya matahari. Sumber cahaya sepertinya menjadi barang yang sangat diperlukan manusia modern. Mereka juga akan merasa sangat hampa tanpa cahaya. Merasa sumpek saat senja tiba.

Sampai kapan manusia harus tergantung dengan 'terang'? Padahal gelap adalah sumber inspirasi. Gelap juga bisa diartikan sebagai 'situasi yang takzim' ketengan yang tak ternilai. 'Gelap' lah yang mendekatkan manusia dengan Tuhannya. Ketika menerima sabda pertama, Muhammad duduk diantara kegelapan. Dia menyendiri di sebuah Gua yang jauh dari pusat keramaian Mekkah. Disana, ketika ia benar-benar takzim menerima 'gelap' seketika sabda tuhan terdengar, perintah yang saat ini dijalankan manusia.

Gelap hanya sebuah tanda, atau mungkin juga 'simbol' dimana manusia kadang-kadang mengartikannya dengan kekuatan bahasanya sendiri. Tapi saya yakin, tuhan memiliki pandangan yang berbeda. Tuhan menciptakan gelap diantara terang, dan yang jaraknya hampir separuh perputaran bumi, tentu memiliki makna tersendiri. ''Itu merupakan sebuah tanda atau mungkin juga simbol,'' Tulis Julia Kristieva pada 1966. Dan bagi Saya, gelap adalah sebuah kondisi yang menciptakan cukup banyak kontradiksi, dari urusan Syahwat hingga Sholawat.

No comments:

Berita Batam