Saturday, October 31, 2009

Kosong

Oleh: Magid

Hidup ini hanyalah menunda kekalahan. Begitu kata Chairil anwar dalam puisinya. Sejatinya dalam hidup ini hanya ada dua pilihan menang atau kalah. Keduanya tak mampu kita hindarkan, bisa dipastikan semua manusia pernah merasakan sebuah kekalahan. Tapi bagaimana kita bisa melihat kekalahan itu sebagai cambuk untuk memperoleh kemenangan yang hakiki. Kemenangan yang memiliki nilai 'segala-galanya'

Tapi apakah kita bisa memikirkan lebih jauh. Apa itu segala-galanya? bukankah yang segala-galanya kadang juga berarti kosong. Seperti dalam kisah tarikh yang pernah tersohor di Jazirah Arab. Ketika Salahudin berhasil merebut kota Suci Jerusalem, seorang Baron dari Ibelin menanyakan apa arti Kota itu baginya. Salahudin hanya menjawab singkat ' Tak ada' kemudian dia berpaling, dan berkata, ''Segala-galanya''.

Bagaimana bisa yang ''kosong'' dan ''tak ada'' bisa diartikan sebagai segala-galanya. Sesuatu yang hampa bisa berarti hakiki. Dalam sebuah ayat kitab suci pernah disebutkan, bahwa Tuhan itu meliputi cahaya langit dan Bumi. Jika itu yang terjadi. maka sebenarnya dia hadir dalam tiap kekosongan. Dia mengisi kekosongan itu dengan sifat-sifatnya. Tak ada dzat yang luput darinya. Di kaki Tursina, di Gunung Vasuvius, di Zegreb atau mungkin juga di Moskwa. Tuhan mungkin hadir dalam tembok-tembok gereja kaum Kristen, pintu masjid golongan Muslim dan Atap Sinagok para Yahudi, - yang terus diagungkan. Tuhan mengisi kekosongan itu dengan sifatnya yang absolut.

Tapi manusia tak melihat semua itu. Manusia belum melihat Tuhan yang menurut Nietze hanya khayalan yang dibuat manusia. Ya, Nietze adalah orang yang berani dengan lantang menentang keyakinan manusia pada zamanya. Di tengah keluarganya yang penganut Kristen Katolik Ortodok, Nietsze menggugat eksistensi Tuhan. Hal ini juga yang membuat hidupnya harus terusir, bahkan sampai beberapa abad namanya dilupakan. Namuan, pada awal abad ke 19, hasil pemikiran Nietze melalui kisah Zaratustra mulai di hargai. Setidaknya dia ingin mengungkapkan bahwa yang absolut itu sebenarnya hanyalah kekosongan. Atau mungkin juga sebaliknya. Toh manusia pada akhirnya akan terjebak di dua pilihan itu.

Ketika berbicara soal Tuhan, manusia menjadi mahluk yang sensitif. Hal-hal yang menyangkut soal keyakinan seringkali membuat andrenaline kita berdegup kencang dan seketika bertindak di luar akal sehat. Kita tahu, dalam perebutan Kota Jerusalem Saladin pernah membuat pasukan Chalip harus menyerah. Tapi yang perlu kita catat adalah jumlah korban di kedua belah pihak juga tidak sedikit. Ada puluhan ribu pasukan muslim dan Kristen harus tewas. Semua tak lebih hanyalah memperebutkan Kekosongan. Kota yang dianggap suci tiga agama, Islam, Kristen dan Yahudi. Kosong, karna Jerusalem hanyalah sebuah kota dengan bangunan yang hampir sama dengan kota-kota lain di Jazirah Arab. Hanya saja alasan iman kadang kala dijadikan pembenaran untuk menjadikan yang ''kosong'' itu sebagai ''segala-galanya''. Meski Jerusalem hanyalah sebuah Kota biasa, tapi juga sangat berarti. Sekali lagi 'Iman' yang membuat hal itu.

Kini, 800 tahun lebih setelah kisah Saladin, Jerusalem tetap saja menjadi medan yang tak pernah damai. Kota yang memunculkan 'iman' itu ternyata juga memunculkan sebuah pertentangan. Kota yang dianggap suci itu kini penuh dengan nuansa dengki. Kita tahu, datangnya ''Iman'' adalah untuk membedakan kedua hal itu. Hanya saja, mengimani sesuatu yang kosong pada akhirnya hanya memicu sifat kedengkian kita. Sementara posisi Tuhan hanya dijadikan alat untuk melanggengkan hasrat kedengkian itu sendiri. Kita tahu, beberapa waktu lalu seorang Imam dari Al Aqsa menyerukan kepada Dunia untuk menentang rencana Israel untuk menghancurkan Masjid Al Aqsa dan menggantinya dengan kuil Solomon. Bagi penganut Islam, Al Aqsa adalah segala-galanya, meski bagi golongan Yahudi bangunan tua itu tak berarti apa-apa. Sementara, Kuil Solomon, bagi umat Yahudi adalah sangat penting, sebab dalam Taurat disebutkan bahwa jika kaum Ibrani mampu mendirikan Kuil Solomon di posisi Al Aqsa saat ini, maka Yahwe menjanjikan akan menjadikan umat itu menjadi pemimpin dunia. Janji tuhan inilah yang dijadikan pembenaran.

Lepas dari semua itu, ''kekosongan'' dan sifat ''segala-galanya'' adalah dua hal yang datang secara serentak. Sebenarnya didalam sifat yang satu terdapat sifat yang lain. Kekosongan dan segala-galanya datang bersamaan sehingga memunculkan pertentangan yang tak ada akhirnya. Iman dan Tuhan hanya menjadi pembenaran diantaranya.

Tuesday, October 27, 2009

Sumpah Pemuda, Indonesia dan Antagonisme


Indonesia....merdeka! merdeka! pekik itu menggema ditengah-tengah kerumunan pemuda dari berbagai daerah, 81 tahun lalu. Ketika bangsa ini mulai mengikrarkan akan bertanah air satu, berbangsa satu berbahasa satu. Langkah ini adalah bentuk kemajuan dari perjuangan Indonesia mencapai sebuah cita-cita, yakni MERDEKA. lepas dari apapun yang selama ini dianggap menjajah. Sumpah itu sendiri juga tak bisa menjawab kata 'persatuan' yang kita eluhkan. Toh kata 'Indonesia' yang dipekikan kala itu hanyalah sebuah nama, yang entah darimana datangnya.

Bisa dikatakan sumpah pemuda bukan mewakili ''bangsa Indonesia'' secara keseluruhan, dari Sabang sampai Merauke. Bukankah hanya beberapa daerah saja yang kala itu hadir dalam sumpah yang kini kita kenang hari dan tanggalnya. Sumpah pemuda bukanlah sebuah kesepakatan 'bangsa Indonesia' secara keseluruhan. Karna definisi Indonesia kala itu masih belum jelas. Siapa yang bisa dikatakan orang Indonesia, masih belum jelas. Siapa yang masuk dalam kategori, orang Indonesia juga belum ada penjabaran. Semua datang dari klaim dan semangat yang muncul secara tiba-tiba. Yang ada hanyalah sebuah penajaman kata Bukan.
Dan kata 'Bukan' itulah yang pada akhirnya memunculkan kata 'Indonesia'. Yah, Indonesia adalah Bukan jajahan belanda, Indonesia Bukan jajahan Jepang. Indonesia Bukan hanya jawa. Indonesia Bukan hanya Sumatra. Indonesia hanya bisa dijabarkan dengan kata bukan. Begitu juga sumpah pemuda, hanya menegaskan, jika pemuda mengakui bahwa Indonesia itu satu, bukan sumatra, bukan hanya jong jawa, bukan hanya jong selebes, tapi keseluruhan wilayah dari Sabang hingga Merauke. Sumpah itu juga tidak bisa kita simpulkan bahwa Indonesia sudah bersatu. Toh kenyataan, sejarah, tak mencatat Sumpah pemuda di ikuti peserta dari dari keseluruhan wilayah negeri ini, Papua, Maluku, dari daerah2 yang masih jadi bagian teritorial wilayah NKRI.
Ketidak sepakatan itu memunculkan sebuah gerakan pemberontakan. Kita lihat sejarah telah mencatat setidaknya beberapa kali negeri ini diterror dengan aksi pemberontokan di daerah. Mulai pemberontakan DI/TII, Hingga G 30 S PKI. Pertentangan ini lagi-lagi didasari kata Bukan. Ya, bagi orang-orang DI/TII mungkin dibenaknya beranggapan, Indonesia ini bukanlah negara sekular, tapi negara Islam. Kata bukan ini memunculkan sebuah gesekan yang membawa pertumpahan darah. Sementara itu, bagi aktivis PKI, kala itu mereka menjabarkan, Indonesia bukanlah negara Kapitalis, tapi Komunis. Kata bukan yang ditekankan dalam pendapat ini membawa pertentangan mendasar pada sebuah ideologi yang pada akhirnya harus mengorbankan tak sedikit tubuh tak berdosa. Kata 'bukan' memang menakutkan. Setidaknya bangsa ini pernah jatuh bangun karna kata 'bukan'. Indonesia....ah, bukan.

Meski demikian, toh tak ada yang peduli apa itu Indonesia. Nama yang diambil dari sebuah pertentangan, sebuah proses antagonisme, hanya menjadi sebuah simbol dengan batas-batas fisik yang mencolok. Sampai sekarang tak ada yang tahu, apa itu Indonesia? apa arti nama ini? Indonesia hanyalah deretan wilayah daratan dan lautan dari Sabang hingga Merauke. Tapi toh, Timor Leste sudah lepas. Indonesia adalah kumpulan beberapa suku dari ujung barat hingga ujung timur, tapi toh kenyataanya tak sepenuhnya masyarakat Papua dan Maluku sepakat. Jadi benar, jika Indonesia dan sumpah pemuda hanyalah sebuah klaim. Tak bisa mewakili yang dikatakan Indonesia secara keseluruhan, seperti kata 'Bineka Tunggal Ika''.

Indonesia, Jika anda tanyakan pada seseorang, maka kalimat Shakespeare satu-satunya menjadi jawaban. ''apalah arti sebuah nama?'' begitulah kira-kira jawaban yang ada dapat. Pernyataan ini sekaligus bentuk pengelakan kita untuk mendefinisikan kata 'Indonesia''. Sebuah ketidakjelasan maksud membuat bangsa ini juga memiliki arah yang tidak jelas juga. Yang kita tahu hanyalah satu, Indonesia adalah Bukan. Indonesia bukanlah jajahan siapapun. Indonesia bukan bagian dari jepang. Indonesia bukan bagian dari belanda. Indonesia adalah Indonesia.

Berita Batam