Monday, July 27, 2009

Sudahkah DPRD Kita Di isi Orang-Orang Yang Ideal?


Sistem kepemimpinan yang dikedepankan sejak Orde Baru sampai sekarang adalah model transaksional. Dalam proses itu, seseorang memengaruhi orang lain dengan imbalan untuk mendapatkan kepatuhan (Bass, 1985). Artinya, seseorang memperoleh kekuasaan bukan karena kemampuan, melainkan karena tukar-menukar, jual-beli, politik uang, membagi kaus, memberikan bahan pokok atau rokok ke pemilih.

Jika itulah yang ditempuh, maka ketika telah menjadi anggota dewan orang tersebut cenderung melupakan para pemilih. Mereka cenderung mementingkan diri sendiri, organisasi, atau kelompok masing-masing.

Hal itu sesuai dengan hakikat manusia, sebagaimana dikemukakan Thomas Hobbes, yang mementingkan diri sendiri dan rasional. Karena itu secara alami mereka selalu mengalami konflik, tak berani menegakkan kebenaran, karena ingin aman atau mencari selamat.

Muncul pula cara pandang yang keliru terhadap kepemimpinan. Orang menganggap pemimpin adalah orang yang mempunyai kedudukan, posisi, atau pemimpin formal. Akibatnya, banyak orang ingin menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara. Krisis kepemimpinan pun terjadi ketika masyarakat tak memercayai para pemimpin.

J Kristiadi menyatakan masyarakat tak usah terlalu muluk mengharapkan sosok pemimpin, misalnya ketua dan anggota dewan, yang ideal. Sebab, saat ini masyarakat pun baru belajar membangun kepemimpinan secara lebih teratur dan terlembaga.

Ketua dan anggota dewan yang ideal mencapai posisi mereka melalui organisasi politik serta mau dan mampu berkorban untuk kepentingan rakyat. Itu bisa tercapai bila mereka mengubah pekerjaan menjadi panggilan hidup penuh pengabdian.

Agar ketua dan anggota dewan mempunyai kemampuan menjalankan tugas dan fungsi pokok sebagai wakil rakyat ideal perlu tiga dasar keterampilan. Pertama, conceptual skill. Ketua dan anggota dewan harus mempunyai gagasan dan dapat menganalisis (menghubungkan sesuatu dan sesuatu) persoalan. Ketika membahas peraturan daerah serta mengawasi dan membuat anggaran, misalnya, mereka perlu mempelajari peraturan yang lebih tinggi seperti UU, peraturan pemerintah, dan keputusan Mendagri.

Kedua, human skill. Mereka mampu menjalin hubungan antarindividu, antarketua fraksi, antara eksekutif dan legislatif, atau bersilaturahmi dengan masyarakat bawah untuk menyerap aspirasi. Ketiga, technical skill. Mereka mengerti dan memahami aktivitas kerja atau mengerti tugas dan fungsi pokok sebagai wakil rakyat untuk membuat peraturan (legislatif), mengawasi pemerintahan, serta pembangunan, menyusun, dan merumuskan anggaran.

Secara teoretis, setiap orang atau individu adalah pemimpin. Misalnya, menjadi ketua kelas, ketua RT, guru pemimpin murid, ibu pemimpin bagi anak. Hampir setiap orang menjadi pemimpin di lingkungan masing-masing, terlepas dari banyak atau sedikit anggota kelompok itu, bahkan sekalipun hanya ada satu orang pengikut. Manusia juga harus mampu memimpin diri sendiri untuk mengarahkan hidupnya.

Ketua dan anggota dewan yang ideal dapat mengembangkan potensi melalui kemampuan emosional (emotional quotient/EQ). Kecerdasan emosional tidak muncul dari pemikiran intelek (intelligence quotient/IQ) yang jernih, tetapi dari pekerjaan hati nurani/segumpal darah/raksasa yang tidur (God-spot, spiritual quotient/SQ).

Kecerdasan emosional adalah penerapan gerakan secara metafora dan harfiah untuk mengeluarkan perasaan. Robert K Cooper dan Ayman Sawaf mengemukakan bahwa kepemimpian emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusiawi. Sebab, pikiran adalah teman yang baik tetapi penguasa yang buruk. Itu membuktikan bahwa kebenaran sejati terletak pada suara hati yang bersumber dari pusat spiritual, yang tak bisa ditipu siapa pun atau oleh apa pun, termasuk diri kita sendiri.

Karena itulah mata hati dapat mengungkap kebenaran hakiki yang tak tampak di hadapan mata. Bahkan, kata ahli sufi Islam Jalaludin Rumi, mata hati punya kemampuan 70 kali lebih besar untuk melihat kebenaran daripada dua indra penglihatan. Ketua dan anggota dewan semestinya mempunyai mata hati itu.

No comments:

Berita Batam