Sunday, September 6, 2009

GEMPA


Oleh: Magid

Untuk Saudaraku di Jawa Barat

''Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kelaliman'' (QS Al Qashas: 59)


Dalam sebuah kisah pernah diceritakan, ketika lindu datang, ada sebuah ular besar yang melintas didasar bumi. Suatu ketika, kuteringat kakek buyutku bercerita tentang lindu yang kini trend dengan sebutan gempa. Ya, kala itu lindu kerap datang didusun kami, namun masyarakat sudah mulai akrab dengan fenomena alam ini. Bahkan lindu atau guncangan bumi seringkali dianggap sebagai sebuah pertanda. Bahwa bumi juga punya cara untuk menyampaikan pesan pada manusia, diantaranya dengan fenomena lindu.

Lindu adalah sebuah waham. Ketika guncangan menggetarkan seluruh tanah, ketika itu manusia mulai terbelalak. Sebagian mungkin bisa memknai, sebab setiap detik selalu ada sesuatu yang ingin disampaikan sang pencipta agung. Manusia hanya bisa menahan untaian yang mungkin tak kunjung usai. Kemudian teriakan namaNya. Dalam kesunyian lindu yang datang tiba-tiba. Dalam getaran yang menegangkan, mirip satir di gunung vasuvius. Ada pesan yang harus kita tangkap sesudahnya.

Beberapa hari ini, berita di media didominasi kejadian bencana gempa yang ada di jawa barat. Lagi-lagi lindu menelan puluhan korban. Kali ini belum ada yang paham, apa benar alam ingin menyampaikan sebuah pesan. Malaikat-malaikat maut bergentayangan, seolah menekan sebuah tombol yang detik itu juga mematikan puluhan orang dalam waktu yg sama. Mungkin sebagian dari mereka ada yang tak sadar, jika ajal sudah ditunggu lindu -yang hadir didepan mata. Seketika Lindu, mendatangkan tangis ribuan manusia lainya.

Dalam sebuah kitab suci pernah diceritakan, bahwa tuhan takkan meluluh-lantakan sebuah kota jika penduduknya tak berbuat lalim. Apa benar kejadian di jawa barat seperti yang dikatakan kitab suci itu? Yang jelas banyak kota telah hancur berantakan ketika lindu datang. Seperti hancurnya kaum luth ditangan Tuhan. Gempa yang dasyat itu membawa petaka ketika matahari baru saja ingin pulang. Kemudian menangis di pelupuk barat, wajahnya sembab dalam remang gelas kaca. kemudian mereka berkata: 'Aku akan berlindung dimana? tak ada yg peduli keluarga, tak ada yang ingat sahabat, baginya melawan kematian diri sendiri itu lebih penting dalam menghadapi bencana''

Indonesia memang bisa jadi negeri bencana. Bisa dikalkulasi hampir tiap tahun muncul bencana yang dahsyat. Semua datangnya beruntun. Apakah Indonesia memang sudah lalim seperti yang dikatakan kitab suci itu? Atau aDa faktor lain. Dalam sebuah pemahaman budaya China, seorang pemimpin negeri harus benar-benar menyatu dengan tanah. Jika tanah kekuasaan itu tak berkehendak, maka akan timbul banyak bencana. Itu juga mungkin yang terjadi di negeri ini. Tanah sudah tak mampu lagi menerima keberadaan pemimpin kita yang baru saja merayakan kemenangannya. Pemahaman ini mungkin bagian dari waham yang dimaksud tuhan. Hanya kita manusia tak mampu menterjemahkannya satu-satu dengan bahasa yang sederhana. Tapi ini juga belum tentu benar, karna bisa jadi apa yang dipahami masyarakat china itu hanyalah sebuah dongeng, seperti kisah ular dalam pemahaman masyarakat Jawa. Apalagi belum ada satupun yang bisa menjelaskan secara ilmiah.

Lindu atau gempa adalah bagian dari sejarah hidup manusia. Tiap waktu Tanah terus bergerak seiring semakin tua usianya. Bergerak terus bergerak. Dan Manusia sampai dengan saat ini masih belum menemukan satu metode pun untuk memprediksi kapan terjadinya gempa. Karna itu saya menganggap gempa adalah takdir. Laksana sebuah takdir kematian, dia datang tapi tak pernah tahu kapan dan bagaimana dia datangnya. Tapi dia tetap menjadi sebuah kepastian. Manusia hanya bisa berpasrah diri, meski niat melawan kematian terus terpatri. Mungkin ada baiknya kita semua berpasrah diri. Toh kita hanya bisa menembak-nebak kapan dan dimana terjadi gempa, tanpa tahu dan paham yang sebenarnya. Yang jelas, dunia ini telah marah, dan mungkin ini adalah azab manusia atas dosa-dosanya atau mungkin cara Tuhan untuk membinasakan sebagian daripada kita. Dan gempa itu akan terus kita rasakan, mungkin saat ini, esok atau nanti.

Dalam kisah Luth, ketika manusia sudah dianggap sudah melampaui batas, tuhan kemudian gerah, dan menawarkan obsi untuk membinasakan kaum yang kala itu sudah abnormal. Dan niat itu tak mampu dihalangi, meski Luth masih menganggap kaumnya masih bisa diselamatkan dari dosa yang meluluri tubuhnya. Ini juga yang mungkin sedang kita alami. Mungkin manusia sudah dianggap keluar dari jalurnya. Ketika rumah ibadah hanya menjadi sebuah musium yang hanya perlu dibangun sebanyak-banyaknya. Lalu dipelihara, tanpa niat untuk memakmurkanya. Kemudian agama hanya menjadi pelengkap identitas. Sementara orang-orang yang benar-benar menjalankan perintahNya sungguh sangat kecil jumlahnya. Fir'aun-fir'aun lokal mulai muncul menumpuk harta, tak peduli tetangga disekitarnya masih tinggal dalam gubuk beratap dahan kelapa. Sisi sosial manusia hanya terketuk kala bencana datang, maka tuhan memberikan bencana mungkin untuk mengembalikan sisi yang hilang itu. Sifat iba yang selama ini banyak kita lupakan. Kemudian dunia dirudung bencana, dan kita hanya bisa berkata: ''dimana aku bisa berlindung?''.

Tapi manusia masih belum juga sadar. Bahkan bencana akhir-akhir ini hanya menjadi sebuah objek wisata bagi para pejabat yang mungkin ingin mengambil hati para korban yang selamat. Bencana hanya menjadi lokasi berfoto yang menarik bagi para pejabat. Bencana hanya menjadi bahan berita yang harga jualnya cukup tinggi bagi media. Bencana hanya menjadi moment dimana seseorang bisa membangun ketokohanya, menyumbang sedikit berharap dapat nama dan kekuasaan yang bisa mendatangkan lebih banyak dari apa yang sudah diberikan. Yah, pemaknaan seperti ini ternyata masih kita lakukan. Padahal Tuhan bermaksud memberikan teguran, tapi bukan teguran yang kita perhatikan, malah mencari celah untuk menjadikan teguran itu sebagai keuntungan pribadi. Maka sebuah kepastian akan muncul, bencana lanjutan akan kita rasakan dikemudian hari. Dan kita nanti hanya bisa berkata: ''ternyata gempa itu datang juga...''

Berita Batam