Tuesday, August 25, 2009

Deradikalisasi Gerakan Islam di Tanah Air


Ketika Dakwah Harus di Pantau...

Keputusan Polisi untuk memantau jalannya dakwah di tanah air ini boleh jadi merupakan langkah antisipatif atas merebaknya gerakan Islam radikal di negeri ini yang sering kali dianggap menjadi habitat subur bagi para teroris. Namun jika ditilik lebih lanjut, langkah untuk mengawasi jalanya dakwah bisa menimbulkan multiple efek. Sebab, tidak semua kalangan sepakat dengan langkah tersebut. Ada beberapa ulama yang menganggap langkah yang diambil polisi tersebut merupakan bentuk kecurigaan aparat terhadap umat Islam secara umum.

Bahkan baru-baru ini, MUI juga angkat bicara. Langkah untuk mengawasi jalanya dakwah bisa dianggap sebagai bentuk kecurigaan aparat terhadap aktivis-aktivis Islam ditanah air. Langkah in juga menghambat jalanya dakwah yang dilakukan para Mubalig. Meskipun dalam pemberitaan media masa, Polisi berdalih langkah untuk mengawasi dakwah ini tidak lain hanya untuk memantau jika nantinya memang kyai yang berdakwah menyebarkan provokasi dapat langsung ditindak. Namun apapun itu, langkah ini masih menjadi sebuah polemik. Kebebasan berdakwah menjadi sedikit terhambat. Bahkan dalam sebuah acara komedi di TV ONe sempat disindir, langkah ini. ''Sapa tahu polisi-nya nanti pengen jadi kyai kalau pensiun'' kata Dery, pelawak senior saat acara ramadhan dini hari kemarin.

Langkah untuk mengawasi jalanya dakwah ditanah air bisa juga diartikan sebagai bentuk 'curiga'. Saya teringat kala Orde baru masih berkuasa, kebijakan-kebijakan pemerintah juga kerapkali diselingi faktor curiga. Ketika ada gerakan-gerakan yang mengkritisi pemerintah maka dengan sigap akan dilakukan tindakan represif. Penangkapan seringkali terjadi pada mereka yang di curigai sebagai aktivis-aktivis yang vokal. Hasilnya, memang sepintas negeri ini terlihat aman, tapi penderitaan masih saja terus berlanjut. Tahanan politik yang berfikiran maju mulai dibungkam. Orang-orang yang berkumpul dan membentu organisasi yang kritis di cap sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK). dan banyak lagi contohnya. Apapun itu, pada akhirnya yang tertekan semakin lama akan membuat sebuah balasan yang keras pula. Seperti sebuah pegas, semakin ditekan, maka tekanan keatas akan semakin keras. Ini juga yang terjadi pada Orde Baru. Ketika semua rakyat dibungkam, maka efek jangka panjangnya akan memunculkan sebuah gerakan yang lebih besar.Puncaknya pada 1998, ketika kekuasaan dikebiri gerakan Mahasiswa. gaung reformasi menggema di seantero negeri ini. 32 tahun masyarakat di bungkam, ternyata membuat balasan yang lebih dasyat.

Contoh lain yang juga bisa kita ambil yakni gerakan Falun Gong. Gerakan ini awalnya merupakan gerakan rohani biasa. Namun pemerintah RRC ketakutan setelah melihat pengikut dari gerakan ini cukup banyak. Akhirnya para aktivis diawasi kemudian di bungkam, ditangkap, Tapi tindakan itu justru membawa efek yang luar biasa. Sampai dengan hari ini, Gerakan Fallun Gong semakin besar, bahkan mendunia. Tidak hanya di RRC, tapi hampir semua negara di Asia (termasuk Indonesia-Batam-Bali-Jakarta red), Eropa, Amerika. Tindakan untuk menekan kelompok ini justu menjadi boomerang, kini Falun Gong menjadi organisi yang cuku vokal dalam meneriakan pelanggaran HAM di RRC. Bahkan terlihat sebagai gerakan anti RRC.

Contoh-contoh tersebut diatas bisa dijadikan sebuah rujukan polisi dalam menentukan tindakan yang tepat dalam menangani kelompok-kelompok 'teroris' di Indonesia. Ada kalanya ketika mereka ditekan, justru membuat banyak kelompok lain yang bersimpati yang pada akhirnya justru membuat gerakan-gerakan ini semakin besar. Menurut penulis, langkah yang paling ideal adalah melakukan deradikalisasi terhadap kelompok-kelompok yang dianggap berpotensi membuat gerakan teror di Indonesia. Deradikalisasi bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih persuasif, tidak didasari faktor 'curiga' semata. Kalaupun dilakukan pemantauan, tidak perlu publikasi seolah-olah langkah ini untuk menakut-nakuti para mubalig ketika berdakwah.

Polisi semestinya jeli dalam melihat sebab sebuah gerakan bisa menjadi radikal. Bukang hanya melakukan tindakan yang represif semata. Sebuah gerakan menjadi radikal tentu ada sebab musababnya, tidak hanya persoalan acuan kitab yng digunakan tapi juga realitas sosial yang ada. Seperti gerakan poso, beberapa buku yang saya baca terkait dengan kerusuhan di poso yang ditulis aktivis-aktivis muslim banyak menceritakan soal ketidak adilan di daerah itu. Juga penegakan hukum yang masih tebang pilih. Diantaranya, penangkapan pelaku kerusuhan yang diblow up ke media hanya mereka yang berlatar belakang muslim, sementara umat lain yang juga semestinya ditindak, ternyata tersentuh (lihat QUO VADIS MODUS VIVENDI KERUSUHAN DI POSO). Hal-hal semacam inilah yang harus diperbaiki. Polisi harus menjadi penengah yang bijak. Dalam melakukan penegakan hukum, tak perlu tebang pilih. Ketika hukum sudah ditegakan, tatatan sosial diperbaiki, maka benturan antar agama tidak akan terjadi. Jika hal itu sudah tercapai, maka secara berangsur gerakan-gerakan radikal akan luntur dengan sendirinya. Seperti Laskar Jihad yang membubarkan diri secara sukarela beberapa tahun lalu.

Islam Bukan Terroris!


Media Masa Tak Pernah Memihak Islam

Dalam sebuah artikel yang dimuat majalah TIMES, edisi 16 April 1979, dikatakan Lebih dari 60 ribu buku yang menuliskan tema yang menentang Islam, telah diterbitkan selama kurun waktu 150 tahun. Dan jika dihitung maka rata-rata sekitar 1 buku per hari yang ditulis mengarahkan opini yang menentang ajaran Islam. Data ini menunjukan ada upaya barat untuk menyudutkan islam. Kemudian muncul pertanyaan, kenapa Islam menjadi bulan-bulanan media? ini yang harus dicari tahu. Kita semua sadar meski tak sepenuhnya tahu bahwa ada sekenario besar yang mengatur semua itu. Kini Islam dikaitkan dengan teroris.

Media seringkali tidak sadar telah menjerumuskan 'Islam' pada opini yang tidak benar. Ketika terjadi kekerasan dan pelakunya umat muslim maka langsung akan dicap sebagai terroris, sebaliknya jika umat lain yang melakukan hal ini tentu menjadi berita yang biasa. Kisah di Poso misalnya, sampai dengan detik ini, penulis mencoba melihat berita-berita yang dirilis oleh media tidak satupun mengulas tentang kekerasan yang dilakukan umat lain. Padahal kita semua tahu, bahwa kerusuhan didaerah itu bukan hanya melibatkan satu umat saja, melainkan dua umat yang berbeda agama- yang logikanya disana pasti terjadi saling balas serangan. Tapi kenapa muslim yang ditonjolkan? sadar atau tidak, ini bisa saja menjadi bagian dari sekenario untuk mendeskriditkan nama Islam dimata Dunia. Kenapa kekerasan yang korbanya umat muslim tidak pernah ditonjolkan di daerah itu? dimana keseimbangan media? Penulis pernah sangat kaget ketika membaca sebuah buku mini, judulnya QUO VADIS MODUS VIVENDI KERUSUHAN DI POSO. Disana banyak sekali fakta yang dibeberkan baik dalam bentuk foto maupun data empirik yang tidak pernah disorot oleh media, atau memang sengaja dikesampingkan. Ini adalah bagian kecil dari upaya menyudutkan nama Islam.

Teroris Branding
Secara umum, Kejadian 11 September, ketika runtuhnya WTC merupakan tonggak awal semakin trennya cap teroris di wajah muslimin. Hal ini lantaran pelakunya menurut data mereka adalah dari kelompok muslim. Pemberitaan media pun dibombardir dengan opini-opini yang mendeskreditkan Islam.

Ada sebuah ketidak adilan media di dunia ini. Seperti diketahui, media-media besar di dunia dikuasai oleh negara adidaya yang anti Islam. Bahkan dalam fakta yang dibeberkan Rowman Ottrotzky, dalam bukunya berjudul 'Pengakuan Mantan Agen Mossad'' -media di dunia ini telah dikuasai Lobi Zionis, yang tentu saja segala macam informasi yang disajikan mewakili misi-misi mereka dalam menghegemoni pandangan dunia. Karna itu wajar, jika Hitler di cap sebagai teroris besar karna membantai 2 juta penduduk Yahudi, sedangkan Amerika sendiri tidak dicap sebagai teroris padahal semua tahu BOM di Hirosima dan Nagasaki korbanya juga tidak sedikit. Begitu juga ketika berbicara soal kasus 11 september. Meski bukti tidak pernah dibeberkan, Osama tetap dijadikan tersangka utama. Alasan ini juga yang dijadikan dasar untuk menginvasi negara Afganistan. Sekali lagi, media tidak pernah berpihak pada Islam.

Dalam opini media internasional, Islam seringkali dikaitkan dengan cap 'teroris'. Bahkan yang lebih menyakitkan, seperti yang ditulis Gert Wilders ketika mencoba menggambarkan wajah Islam dalam sebuah film dokumenter,-Al Qur'an dianggap sebagai biang pembunuhan, sumber kekerasan. Jelas saja, pernyataan dalam Film FITNA itu langsung mendapat reaksi dari hampir semua penganut Islam di Dunia. Penggambaran Islam dari sudut pandang yang salah ini terus berlanjut. Anda semua tentu ingat, bagaimana karikatur Nabi Muhammad pernah dimuat di Jayland Posten mengambarkan Nabi besar umat Islam itu dengan bentuk yang tidak wajar. Tokoh yang amanah, fatonah dan Tablig itu digambarkan dengan tampang yang sadis dan sorbanya berbentuk BOM. Entah, kenapa kebencian itu terus berlanjut. Islam terus saja dicederai. Agama yang damai ini terus saja diinjak-injak kesucianya.

Agama Islam seringkali dikaitkan dengan kekerasan dan terorisme. Sementara Al Qur'an dianggap sebagai kitab suci yang mengajarkan kekerasan. Seperti yang dikutip Gert Wilders dalam film Fitnah. Ia menganggap Al Qur'an sebagai sumber kekerasan sebab ada sebuah ayat yang menyatakan bahwa ''...Ketika kamu bertemu dengan orang kafir, maka bunuhlah dia,'' Potongan Surat Attaubah ini seringkali digeneralisir. Padahal potongan ayat ini ada kelanjutanya, tapi seringkali kaum yang membenci Islam tidak akan megutip kelanjutan ayat tersebut, termasuk apa yang dilakukan Gert Wilders. Padahal kelanjutan ayat yang terpotong itu merupakan jawaban, dari ayat yang dianggap kontroversial ini. ''...Jika mereka (orang musrikin) minta perlindungan antarkan mereka ke tempat aman''. Yang terjadi adalah pengutipan ayat yang tidak sesuai yang membuat kesalahan informasi pada pembaca. Padahal jika dipahami sesuai dengan konteks, opini miring tentang Al Qur'an tidak akan terjadi. Sekarang penulis ingin bertanya, dalam sebuah peperangan, jendral mana yang sanggup melepas musuhnya ketika minta perlindungan? hanya Al Qur'an yang mengajarkan sikap pengampun seperti itu.

Jika kita semua mau memahami. Hampir semua kitab suci menceritakan tentang peperangan dan pembunuhan. Di dalam Injil juga demikian. Tapi kenapa yang tertulis di Al Qur'an yang dibesar-besarkan? Jika anda baca alkitab, di kitab keluaran pada perjanjian lama, bab 22 ayat 18-20, Bab 31, serta bab 32.diceritakan tentang membunuh. Dikitab perjanjian Baru juga diceritakan tentang berperang dan membunuh. Perintah kekerasan juga ada Di Injil Lukas. Jika anda ingat, bagaimana Yesus ketika pergi ke taman Jesmani memerintahkan rasulnya untuk mengambil tempat dan berdiri disana, dan memerintahkan para rasulnya untuk mencambuk. Pada ajaran Hindu juga diceritakan tentang kekerasan. Adalah kitab Ramayana yang juga menceritakan tentang pembunuhan. Di Kitab Zoroaster juga ternyata diceritakan tentang pembunuhan. Dari bukti ini Kisah kekerasan memang harus diakui ada disetiap kitab suci, berperang merupakan hal yang lumrah dalam ajaran agama. Tapi tentu saja, semua itu tergantung konteks dan waktunya.

Tapi jika anda bertanya mengenai Kitab Suci yang menyuruh umatnya jadi perampok, maka lihatlah Taurat versi orang Israel saat ini, Di Kitab itu dijelaskan bahwa tanah Gaza adalah tanah Kanaan yang dijanjikan Yahwe sehingga 'wajib' bagi bani Israel untuk menduduki dan merebut tanah itu dari Palestina. Ayat Ini adalah sumber kekerasan di timur tengah. Arogansi warga Israel yang mendorong perlawanan dari warga muslim Palstina. Jadi kenapa hanya Al Qur'an dan Islam yang selalu disudutkan? sadar atau tidak, ternyata dikitab mereka yang anti Islam juga ternyata dikisahkan tentang kekerasan dan pembunuhan, perampasan. Bahkan mungkin juga menginspirasi gerakan-gerakan radikal di luar Islam.

Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Agama yang suci, tapi hari ini setiap media telah mencederainya. ketika berbicara tentang Islam, dimedia selalu dikaitkan dengan teroris. Islam dikaitkan dengan mafia Narkoba. Islam selalu dikaitkan dengan wajah-wajah yang menakutkan. Di Afganistan, umat Islam dipedesaan di identikan dengan petani penanam KOKA atau bahan baku kokain. Di Aceh, kota ini jelas mayoritas adalah Islam. Bisa dikatakan sebagai kota muslim, tapi di Indonesia Kota ini dikenal sebagai gudang Ganja. Jaringan-jaringan pengedar Narkoba jenis Ganja selalu dikaitkan dengan orang-orang Aceh. Di Solo dan Cilacap adalah Kota penuh dengan pondok pesantren, tapi media menggambarkan Kota itu sebagai Kota penghasil teroris. Penggambaran opini publik yang dilakukan media dewasa ini terus menerus menggerus kesucian Islam.

Jika dipahami, mungkin penulis tidak akan mampu mengutarakan satu-satu tentang image negatif yang dikaitkan dengan Islam. Ini adalah sekenario yang sudah diatur oleh tangan-tangan yang tak terlihat (invisible hand). Tapi yang harus diingat! Kesalahan satu kelompok, tidak bisa kita jadikan sebagai dosa secara keseluruhan pemeluk agama Islam. Islam bukanlah terroris! Saat Hitler membantai 2 juta penduduk Yahudi, kita semua tidak pernah menganggap Kristen sebagai pembantai bukan? Padahal kita semua tahu, Hitler penganut Kristen. Tapi umat Islam tidak pernah menganggap Kristen sebagai pembantai lantaran dosa hitler. Malah, kala Hitler membantai dan mengusir umat Yahudi, warga muslim Palestina mengajak kaum Yahudi untuk datang dan menetap di negara itu, meski pada akhirnya warga Yahudi yang ditolong kaum muslim itu berkhianat dan merebut tanah mereka. analoginya begini: ''Seperti kita mengajak orang asing untuk tinggal di rumah kita. Tapi apakah saat kita di usir oleh orang asing yang kita ajak itu, dan merebut rumah kita sendiri, lantas kita disebut teroris?' kira-kira begitulah yang dialami Palestina saat ini.


Jika ada orang yang masih tidak beriman dan menyukai Islam, jawabannya ada di surat Al Fath ayat 28-29 ''Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi,Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.''

Bulan Suci

Bulan Suci

Oleh: Magid

Oh Ramadhan...
Cahayamu menerangi segenap hidupku dan mereka
Kau halau setiap gelap yang datang
Kau pelita yang jadi penantian umat manusia

Oh Ramadhan

Embun pagimu menambah segar semangatku
Ketika dahaga harus kutahan, kau segarkan kerongkonganku
Kala Mentari membakar, tak berarti apa-apa bagi kulitku
Kau sejukan aku antara suruk hingga surup

Oh Ramadhan

Kau dengarkah? doa-doa yang samar itu?
Dari 1500 tahun lalu, kau jadi tumpuan harap
Kau dekatkan manusia dengan pinta
Mudahkan kami dalam sujud

Oh Ramadhan

DiamMu adalah hikmah
CahayaMu adalah kalam
Ketika angin berhenti,
ketika semua alam tawaduk dalam ketakjuban,
Ketika burung enggan bernafas
Tuhanku jadikan ibadah manusia 1000 bulan kebaikan

Berita Batam