Thursday, January 15, 2009

Anna Politkovskaya

oleh: Magid


''Kadang berdiri diantara maut menjadi pilihan hidup'',

tulisan ini saya buat sebagai persembahan kepada Anna Politkovkaya.

Di sebuah apartemen sore itu tampak hening. Tak ada saksi mata saat pembunuhan itu berlangsung. Ketika seonggok tubuh perempuan berkacamata terjungkang di lantai dengan darah bercucuran dimana-mana. Tiga lubang peluru menganga di dada dan kepalanya. Pistol Makarov berkaliber 9 milimeter ditengarai sebagai 'tanda tangan' sang pembunuh.

Seorang tetangga yang menemukan mayat itu, mengenalinya sebagai Anna Pelitkovkaya, 48 ibu dari dua orang anak. Namun dunia internasional mengenalnya sebagai seorang wartawan paling kritis di Rusia. Setidaknya, dalam perjalanan karirnya sebagai wartawan dan aktivis HAM, Anna Politkovskaya menerima 10 penghargaan dari Amnesty Internasional, Reporter Without Borders, dan Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa.

Anna Politkovskaya lahir di New York, As pada 1958 dari seorang keluarga Diplomat Rusia untuk PBB. Ia merupakan alumni Universitas Negeri di Moskow jurusan Jurnalistik. Karirnya sebagai seorang wartawan dimulai dari koran Izvestiya, ketika itu Rusia sedang dilanda demam Perestroika, reformasi yang digembar-gemborkan Mikhail Gorbachev.

Menjelang periode 1999, Anna Politkovskaya bergabung dengan Novaya Gazeta. DI Koran ini, Anna berubah menjadi harimau yang sangat ditakuti. Ia bukan saja menjadi seorang wartawan yang kritis, tapi juga sebagai analis yang mencatat perang kotor antara Rusia dan Grilyawan Chechnya. Dalam sebuah catatan, Anna Politkovskaya bahkan sempat mendokumentasikan perlakuan kejam militer Rusia dan pasukan yang loyal kepada Kadyrov terhadap penduduk checnya.

Dia menulis tentang pembunuhan massal, penculikan, hingga serdadu Rusia yang menjual tulang belulang gerilyawan Chechnya kepada keluarganya untuk dimakamkan secara Islam. Tulisan-tulisan itulah yang mengantarkannya sebagai kritikus perang tervokal. AKibatnya, ancaman demi ancaman datang menghampiri. Pada periode tahun 2000, Anna sempat di tahan dan dipukuli, serta menjadi subjek eksekusi pura-pura oleh militer. Pada 2001, Ia sempat kabur ke Wina Austria, setelah menerima ancaman pembunuhan lewat email dari seseorang yang mengaku perwira polisi yang ingin membalas dendam karena tulisan tentang kasus pembunuhan warga sipil. Bahkan seorang sahabatnya di London juga sempat membujuknya untuk meninggalkan Rusia. Namun ia menolak, dan bersiteguh tidak akan meninggalkan negeri asalnya itu.

Dalam bukunya, yang diterbitkan tepat 3 tahun sebelum tragedi pembunuhan itu berlangsung, Anna sempat menulis: ''Catatan ditulis untuk masa depan. Ada kesaksian korban yang takberdosa dalam perang Checen terbaru. Itulah sebabnya, saya mencatat semua detail semampu saya,''

Buku yang diberi judul ' A Dirty War; itu terbit pada 2003 lalu. Disana Ia mendokumentasikan kekejaman perang Checen antara pasukan Rusia dengan Grilyawan Muslim di Chechnya. Mungkin juga Sepak terjangnya yang cukup vokal dalam mengkritisi segala bentuk kekejaman dan pelanggaran HAM membuatnya harus di bungkam. Hal ini pula yang mengingatkan saya kepada seorang aktivis HAM dinegara kita yang juga dibungkam dengan cara yang sama.

Syair Untuk Politkovskaya

Seseorang akan berkata: Jangan Bicara...
Tapi ribuan orang lain menunggumu buka mulut...
Saat itulah, pilihan disuguhkan

Hanya saja, di depan, di kegelapan itu selalu saja kita lihat kekejaman
sejarah tak semestinya milik penguasa..

Dijalan yang tak bercahaya itu, terdengar teriakan yang lirih,: 'dimana kebebasan?'
Dari Zegreb, dari pelosok Kosovo, mungkin juga di Chechnya sampai di tengah-tengah Kremlin
rintihan itu membayangi, seolah menyatu dengan deru bau busuk dari mayat korban penindasan..

Berita Batam